Di dalam kehidupan sehari-hari, di sepanjang hidup kita; sebenarnya ada banyak sekali pilihan sikap untuk kita gunakan. Tetapi ironisnya, banyak orang merasa seakan-akan tidak mempunyai suatu pilihan sikap yang tepat di dalam kehidupannya. Orang-orang seperti ini menganggap, bahwa untuk menentukan suatu sikap sangat bergantung pada bagaimana perasaan mereka saat itu. Mereka beranggapan, bahwa sikap mereka dikendalikan oleh perasaan emosi mereka pada saat itu. Inilah "pendapat umum" yang ada di kebanyakan pikiran sebagian dari kita ini.
Sebenarnya "pendapat umum" tersebut tidak benar sama sekali. Sikap kita sesungguhnya menentukan "apa yang akan kita lihat" dan bagaimana cara mengendalikan perasaan emosi diri kita. Sikap kita merupakan aset kesuksesan, karena tanpa memiliki sebuah sikap, kita tidak akan bisa menggali dan mengoptimalkan potensi diri kita yang sebenarnya.
Saya punya contoh pribadi (nostalgia) mengenai sikap yang menentukan "apa yang kita akan lihat". Ini terjadi pada (calon) istri saya. Pada waktu itu (calon) istri saya bekerja sebagai seorang Manajer Pemasaran di sebuah perusahaan swasta. Sebagai seorang manajer tentu saja dia bebas keluar masuk seluruh ruangan yang ada di dalam perusahaan itu. Pada suatu saat Pimpinan atau Bos istri saya tersebut mendadak kehilangan sebuah buku catatan pentingnya; berisi berbagai macam catatan sangat penting yang tidak boleh diketahui oleh orang lain selain si Bos sendiri.
Oleh karena (calon) istri saya yang paling bebas masuk ke setiap ruangan, termasuk ruangan kantor si Bos; maka tak pelak lagi tentu saja si Bos ini mencurigai (calon) istri saya, yang mengambil buku catatan pentingnya. Meskipun dia tidak menuduh istri saya secara terang-terangan, tetapi dari pandangan matanya dan segala gerak gerik bahasa tubuhnya dapat dipahami; bahwa si Bos jelas menuduh istri saya yang mengambil buku catatan pentingnya. Kejadian itu diceritakan semuanya oleh (calon) istri saya kepada saya.
Sampai pada suatu saat, si Bos tiba-tiba menemukan buku catatan pentingnya itu tergeletak di bawah meja di dalam ruang perpustakaan pribadinya yang selalu dikuncinya sendiri. Kemudian sudah bisa ditebak, bagaimana sikap si Bos itu terhadap (calon) istri saya selanjutnya; secara tiba-tiba pula hilanglah segala pandangan buruk terhadap(calon) istri saya.
Sikap pandang si Bos terhadap (calon) istri saya selama ini menjadi berubah setelah dia menemukan bukunya. Si Bos kembali ramah dan baik sekali, karena dugaannya terhadap (calon) istri saya keliru besar. Bahasa tubuhnya yang selama ini terlihat mencurigai (calon) istri saya, juga berubah; tidak seperti saat dia kehilangan buku catatan pentingnya itu.
Kisah di atas benar-benar terjadi, dan bisa sebagai contoh: bagaimana SIKAP bisa MENENTUKAN APA YANG AKAN KITA LIHAT, karena SESUNGGUHNYA KITA MELIHAT APA YANG SIAP UNTUK KITA LIHAT.
Setiap orang pasti pernah mengalami saat dimana perasaan emosi mereka tidak nyaman dan tidak enak. Dalam hal ini, kita harus bisa bersikap. Sikap kita memang tidak bisa mengubah secara langsung apa perasaan emosi kita. Sikap kita tidak bisa menghentikan perasaan emosi diri kita; tetapi dengan mengambil sikap, kita bisa mengendalikan perasaan emosi agar tidak menguasai diri kita.
Begitu banyak orang dalam melakukan tindakannya, selalu dikuasai dan dikendalikan oleh perasaan emosinya. Oleh sebab itu, dengan berani mengambil sikap, berarti kita berani dan sanggup mengendalikan perasaan emosi diri kita. Masing-masing orang bertanggung jawab kepada sikapnya sendiri.
Jika Anda lihat di dalam kehidupan ini, terlalu banyak orang tidak bisa bersikap terhadap emosinya sendiri; sehingga mereka sangat dikuasai oleh emosinya, dan segala tindakan mereka selalu dikendalikan emosi dirinya. Begitu banyak kekacauan terjadi akibat emosi yang tidak terkendali.
Sikap sebenarnya tidak lebih dari kebiasaan berpikir, dan... sebuah kebiasaan itu dapat diperoleh siapapun. Sehingga sikap itu dapat dibentuk dan dipelajari. SIKAP sesungguhnya TIDAK HANYA TERBAYANG DARI LUAR, tetapi SIKAP juga KEDENGARAN DARI LUAR. Sikap yang sehat secara pasti akan membimbing anda menuju kesuksesan. Sikap yang sehat harus terus menerus dipupuk dan dibiasakan dalam keseharian.
Masalah sikap ini juga terlihat dari hasil survey saya di dunia usaha, saat saya mencari tahu alasan-alasan: mengapa para atasan bisnis / pimpinan memecat karyawannya. Jawabannya sangat menarik, karena ternyata alasan terbanyak seorang karyawan dipecat dari sebuah perusahaan adalah karena sikap mereka buruk dan tidak layak, disamping juga karena tidak cakap bekerja. Survey itu memberikan catatan sebagai berikut:
- Tidak cakap bekerja: 31 %
- Tidak bisa menyesuaikan diri: 19 %
- Tidak jujur: 12 %
- Perilaku buruk: 10 %
- Kurang motivasi: 9 %
- Tidak bisa mengikuti instruksi: 8 %
- Tidak cepat tanggap situasi: 7 %
- Alasan-alasan lainnya: 4 %
Dari hasil survey tersebut di atas jelas terlihat, mengapa seseorang dipecat dari perusahaan, selain alasan karena dia tidak cakap bekerja. Ternyata ENAM alasan lainnya lebih merupakan masalah SIKAP. Sikap kita mungkin memang bukan satu-satunya hal yang diperlukan untuk meraih sukses, tetapi percayalah tanpa sikap yang baik, tidaklah mungkin kita bisa mencapai dan menggunakan potensi diri kita sepenuhnya.
Ingatlah, bahwa sikap kita sesungguhnya menentukan "apa yang akan kita lihat" dan bagaimana cara mengendalikan perasaan emosi diri kita. Kedua faktor terkait dengan sikap inilah yang ikut menentukan kesuksesan atau kegagalan seseorang, dan ini sangat erat kaitannya dengan tingkat kecerdasan emosi.
SUKSES atau GAGAL, akan sangat dipengaruhi oleh SIKAP tersebut. Sikap positif menghasilkan kesuksesan, dan sikap negatif pasti menghasilkan kegagalan. Dalam hal ini Anda bebas untuk memilih sikap Anda. Bagaimana?
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
1 comment:
Assalamuálaikum,
Seorang teman merekomendasiekan blog ini untuk dibaca. Saya setuju dengan pendapat Bapak bahwa sikap kita bisa terlihat dan terdengar. Bahwa emosi kita bisa dikendalikan oleh sikap kita dan juga sebaliknya. Saya pikir untuk bisa mengendalikan sikap buruk kita, kita butuh dosis besar introspeksi, kembali melihat ke diri kita sendiri. Menurut pengalaman pribadi dan juga dari lingkungan saya, tidaklah mudah mengintrospeksi diri sendiri. Banyak hal-hal yang kita tidak bisa 'menerima' atau 'merubah' sikap/emotie/pikiran kita yang tidak baik. Hal itu bisa terjadi dari kebiasaan atau didikan yang kita terima dari orangtua atau lingkungan kita.
Yang penting juga menurut saya jika kita melihat sikap buruk dari orang lain adalah tugas kita untuk mengingatkan orang tersebut apa yang kita lihat dan kita dengar. Tentu saja dengan cara yang baik supaya orang tersebut bisa menerimanya dan merubah sikapnya.
Salam kenal dari Delft, Nederland
Titi Waber
Post a Comment