Selamat Datang di Blog WURYANANO

Silakan Anda membaca Artikel di Blog ini dengan rileks, tidak perlu terburu-buru. Banyak Artikel menarik dan bermanfaat buat peningkatan kualitas hidup Anda.

Silakan Anda menuliskan komentar atau pendapat di masing-masing Artikel yang telah Anda baca. Pendapat Anda akan semakin menambah perspektif bagi kita semua.

Terima kasih atas kunjungan Anda di Blog Saya ini. Terima kasih sudah mau berbagi lewat komentar atau pendapat Anda di sini.


NOTES:

Blogspot Saya ini SUDAH TIDAK AKTIF sejak 5 Desember 2012. Tulisan Saya tentang Berita Kampus SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College menerima Kunjungan dari Kementerian Pendidikan Malaysia adalah sebagai penutup untuk Blogspot ini. Untuk membaca TULISAN Saya, Anda dapat mengunjungi Blog Saya di PORTAL BISNIS INDONESIA.

Tuesday, February 24, 2009

LOA atau NARSIS? Itu BEDA sekali!!


Dengung Law of Attraction atau biasa disingkat LOA, sampai detik ini semakin rame saja dibicarakan orang. Banyak sekali, mereka yang menulis atau bersaksi bahwa LOA mereka menjadi kenyataan. Berbagai tulisan di mailing list, dan kesaksian di panggung seminar, seakan-akan saling bersaing menunjukkan bahwa "LOA Works", begitu katanya.


Yaa, saya pun percaya bahwa LOA memang bisa menjadi kenyataan. Sebelum muncul buku-buku tentang LOA, sebenarnya LOA ini sudah terjadi di sepanjang usia kehidupan ini. Istilah LOA ini kan pembawanya adalah "orang bule" sono, yang menurut saya itu adalah DOA YANG TERKABUL. Sejak jaman Nabi Adam, sampai sekarang, tentu saja sudah ada LOA atau Doa yang Terkabul ini.


Hal yang membedakan istilahnya, khususnya di negeri ini adalah, karena LOA pembawanya "orang barat" sono, dan mereka memang sangat piawai mempromosikannya, maka seakan-akan terjadi "demam LOA" di negeri ini. Berbondong-bondong orang mau memberikan kesaksian mengenai LOA yang sudah terjadi pada dirinya, dan sebagian lagi menanyakan dengan semangat, bagaimana caranya agar LOA juga bisa terjadi bagi dirinya.


Padahal, sebelum muncul istilah LOA ini, bisa dikatakan TIDAK BANYAK ORANG YANG BERTANYA tentang DOA YANG TERKABUL. Sehingga mengesankan sebagian diantara kita ini memang sangat "Barat Minded"... semua hal yang berbau "orang bule" selalu mudah diserap oleh pikiran kita...dan mendorong kita untuk ikut serta berperan di dalamnya...lebih keren deh, begitu kira-kira.


Coba bayangkan, bahkan ada orang-orang yang begitu semangat untuk belajar ke "negeri barat" sekedar mempelajari LOA, dan hebatnya "orang bule" sono...kok ya ada Certificate LOA segala ya... dan ada berbagai sebutan tingkatan keilmuan LOA di sana... ckckckck.... pinter-pinternya "orang bule" ya... Luar Biasa Prima.


Yaa tulisan di atas ini sebagai pembukaan saja, dari topik sebenarnya yang ingin saya sampaikan kepada Anda. Sebagai entrepreneur, konsultan keluarga harmonis, konsultan pengembangan diri, kadang-kadang juga berlagak jadi trainer, motivator, penulis buku best seller, dan konsultan bisnis UKM, saya bahkan kadang sampai merasa "mblenger" atau bosan juga, ketika membaca, melihat dan mendengar "persaingan kesaksian LOA" ini. Maaf, saya bukan bermaksud meremehkan kesaksian "LOA Works" tersebut. Itu adalah hak pribadi mereka untuk bersaksi tentang LOA yang katanya sudah mereka terima.


Saya hanya sekedar mengingatkan saja, jika memang benar LOA itu sudah bekerja untuk Anda, dan saya juga berharap itu benar adanya, yaa Alhamdulillah. Senang sekali saya melihat kenyataan, bahwa Anda sudah berhasil dalam me-LOA keinginan-keinginan Anda. Kalau yang begini ini yang terjadi, maka memang "LOA Works" asli 100%.


Tetapi yang kadang bisa membuat miris hati yaitu, sebagian dari mereka yang gembar-gembor dengan semangat juang 45 dan menyatakan bahwa LOA telah bekerja pada dirinya... ternyata sebenarnya kehidupan dirinya masih begitu memprihatinkan, jauh dari semangat kesaksian "LOA Works" ini. Mereka ini bicara bahwa betapa LOA telah berpihak pada kehidupannya, tetapi kenyataan kehidupannya itu masih sangat jauh dibandingkan dengan kesaksian yang telah disebutkannya. Inilah yang harus Anda waspadai! Bukan hanya waspada terhadap mereka yang bersaksi palsu ini saja, tetapi juga waspada terhadap "mindset LOA" yang mungkin saja secara keliru telah Anda resapi.


Untuk alasan yang terakhir ini, yang bersaksi palsu bahwa LOA katanya telah bekerja pada dirinya, itu memang hak mereka untuk membuat kesaksian...meskipun kesaksiannya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada pada dirinya. Itu sih terserah aja. Toh yang merasakannya juga dirinya sendiri...hehehe...


Cuma begini, hal itu mengandung makna bahwa yang bersangkutan sebenarnya nggak ngerti sama sekali tentang LOA, tapi ingin menunjukkan kepada banyak orang, bahwa mereka itu sudah "ahlinya LOA"....arti lainnya, mereka ini aslinya hanya ingin NARSIS...hanya bermaksud agar orang-orang bisa menghargai dan menghormati dirinya yang sudah berhasil mengendalikan LOA itu...padahal kenyataan hidupnya tidaklah demikian, sungguh masih memprihatinkan.


Atau begini, mereka yang bersaksi palsu tentang LOA yang telah bekerja padanya, ternyata memang sangat menguasai TEORI LOA, tetapi pada kenyataannya, mereka ini TIDAK BISA, TIDAK MAU atau TIDAK BERANI MENERAPKAN TEORI LOA buat meraih keinginannya. Yaa...seringkali mereka yang paham sekali dengan berbagai teori LOA, justru merasa khawatir bahkan takut untuk melakukan teorinya itu...dan hanya bersaksi palsu secara teoritis LOA saja...sekedar ingin NARSIS.


Tulisan saya ini sekedar mengingatkan saja, Anda pilih yang mana? Benar-benar melakukan LOA secara praktek dan benar-benar menerima LOA yang terjadi ...ataukah... Anda hanya ingin NARSIS aja, dengan segala pengetahuan teori LOA yang Anda kuasai, tetapi kenyataan hidup Anda nyatanya masih jauh dari harapan LOA Anda sendiri. Bagaimana?


Silakan Anda memilih dan memutuskannya sendiri. Mau LOA beneran terjadi pada diri Anda atau hanya mau NARSIS aja. LOA atau NARSIS? Itu BEDA sekali!!



Salam Luar Biasa Prima!

Wuryanano

Tuesday, February 17, 2009

Buatlah Panggung Kehidupan Anda Sendiri



"Dunia ini, panggung sandiwara; ceritanya mudah berubah. Ada peran wajar, dan ada peran berpura-pura. Mengapa kita bersandiwara, mengapa kita bersandiwara……". Ini merupakan cuplikan bait lagu slow rock, yang pernah popular dinyanyikan oleh Ahmad Albar; personil band Gong 2000.


Jika kita telaah lebih jauh, bait lagu tersebut menunjukkan kepada kita semua; bahwa kehidupan di dunia ini seakan-akan sebuah kehidupan di dalam sebuah panggung pertunjukkan sandiwara atau drama. Sebuah panggung sandiwara, tentunya tak bisa lepas dari peranan sutradara dan skenario ceritanya. Kalau Anda terlibat masuk sebagai pemain di sebuah panggung sandiwara, maka Anda harus mengikuti petunjuk arahan sutradara dan isi cerita di dalam skenarionya itu.


Jika seorang artis bisa menghayati peran yang dimainkannya, maka peran itu terasa wajar, tetapi jika seorang artis tidak bisa menghayati atau menjiwai peran yang dibawakannya, maka peran tersebut kelihatan tidak wajar atau terlihat nyata kepura-puraannya dan bohongnya.


Seperti halnya sebuah panggung sandiwara; demikian pula yang terjadi di dalam kehidupan Anda sesungguhnya. Bedanya adalah: di dalam panggung sandiwara yang sebenarnya, Anda harus tunduk dan patuh kepada sutradara dan isi skenario cerita yang sudah dipersiapkan untuk Anda. Jika Anda melanggar pantangan-pantangan dari sutradara, atau Anda tidak bisa menghayati peran yang harus Anda mainkan; maka Anda pasti dipecat atau disingkirkan olehnya.


Tetapi lain halnya jika Anda berada di dalam panggung kehidupan Anda pribadi, maka yang menjadi penulis skenario cerita, pengatur lakunya dan sutradaranya adalah Anda sendiri, bukan orang lain. Kemudian Anda bisa mengambil peran yang ada di dalamnya sesuai dengan keinginan, skenario cerita Anda sendiri. Anda pun bisa mengatur perilaku kehidupan Anda sendiri.


Seperti halnya di panggung sandiwara, jika Anda di panggung kehidupan Anda sendiri terjadi pelanggaran-pelanggaran yang Anda lakukan, jika Anda tidak bisa menghayati peran yang telah Anda tulis sendiri, itu artinya Anda selalu berpura-pura dengan memakai "topeng" dalam kehidupan Anda; dengan kata lain Anda berperilaku dan bertindak tidak sesuai dengan skenario yang telah Anda tulis; maka Andapun bisa terdepak keluar dari panggung kehidupan Anda sendiri…Anda akan gagal menjalani kehidupan sebagaimana yang Anda inginkan.


Paling penting dipahami di sini adalah, dalam membuat "skenario cerita" kehidupan yang harus Anda jalani ini, semestinya Anda membuat jalan ceritanya dengan baik dan benar, yang tidak merugikan diri sendiri ataupun orang lain.


Buatlah skenario kehidupan Anda dengan bagus, sesuai dengan keinginan Anda; tetapi dengan tidak mengabaikan kepentingan orang lain. Anda boleh bebas membuat skenario cerita kehidupan apapun, yang ingin Anda jalani nantinya.


Kemudian Anda harus berusaha menghayati peran yang telah Anda tentukan sendiri itu, dengan cara Anda harus dengan sukarela meresapi peran Anda itu sampai benar-benar diterima dengan "ikhlas" oleh pikiran bawah sadar Anda. Satu hal lagi, Anda juga jangan mudah terpengaruh dengan situasi dan kondisi yang ada pada diri Anda saat itu; termasuk jangan terpengaruh dengan situasi dan kondisi lingkungan, pemerintahan, politik, ekonomi ataupun situasi negara saat itu. Apapun situasi dan kondisinya pada saat itu; janganlah mempengaruhi jalan cerita panggung kehidupan Anda.


Yang penting di sini adalah jadilah sutradara kehidupan Anda sendiri. Tetapkanlah skenario kehidupan Anda sendiri; kemudian jalanilah skenario cerita yang sudah Anda buat itu dengan sebaik-baiknya.


Jangan pernah menggantungkan kehidupan Anda pada orang lain, meskipun Anda berhak menjalin hubungan baik dengan sesama, tetapi Ingatlah! Jangan sampai hidup Anda bergantung kepada orang lain. Jadilah orang yang mandiri.




Kehidupan Anda adalah 100% tanggung jawab Anda sendiri.




Buatlah panggung kehidupan Anda sendiri dan meriahkanlah itu dengan cerita yang baik dan bagus sesuai keinginan dan tujuan hidup Anda. Ambilah sebuah sikap tegas dan benar terhadap panggung kehidupan Anda sendiri. Jangan pernah keluar dari alur cerita yang telah Anda rancang, atau Anda akan menyesal selamanya.



Salam Luar Biasa Prima!

Wuryanano

Wednesday, February 11, 2009

Parsing Your Prospects


Parsing Your Prospects






Your phone rings. It's a prospective customer. They'd like you to come out and give an estimate or prepare a proposal. Great -- a fresh prospect!


While it's always good to have customers knocking at your door, let's face it -- not all prospects are going to convert to paying customers. You can waste a lot of time and money answering inquiries and preparing proposals for people who are just looking.


Figuring out how much time and energy to spend on prospective customers is a delicate and difficult balancing act. You need to spend enough time to make a sale to a genuine prospect, but you don't want to waste too much time on those who won't ever buy.


Realistically, you have to be responsive to all potential customers. But there are ways to limit the amount of time, money, and effort you spend on dead-end shoppers.



Here's how:


1. Have general information available.


Most prospects will try to figure out whether a company is a good fit for them before taking up too much of their -- or your -- time.


Let's say you sell and install floor tiles. Do you specialize in commercial or residential installation? Do you serve a specific geographic area? Do you install countertops as well as floors?


That kind of information enables prospects to weed you out before calling. Of course, a great and relatively inexpensive way to provide this information is on your web site.



2. Ask questions of the prospect.


In professional salesperson terms, this is known as "qualifying" the prospect. By asking a few simple, non-intrusive questions, you can get a sense of how serious the prospect is.


Some questions to ask include:


  • What's the scope of the project?

  • What's the timeframe for the work to be started and completed?

  • How soon will you be making a decision on a vendor?

  • How many bids are you getting?

  • What other alternatives (not competitors) are you considering? (In the floor-tile example, for instance, you might ask, "What other types of floor coverings are you looking at?")

  • What's the most important consideration in your decision -- price, quality, or convenience?

Questions like these give you a better sense of whether a prospect is ready to make a decision, whether they're likely to find you a good choice, and how much time to spend with them.




3. Don't get star-struck.


It's easy to get excited if you're approached by a large or well-known company or customer. Don't lose your judgment.


Such customers often take up more of your time, take longer to make decisions, and expect highly competitive bids. Sure, it would be nice to have the biggest company in town or the star of the major league baseball team on your customer list, but is it worth it if you lose money?



4. Give prospects a reason to make a decision sooner rather than later.


It's human nature to put off making choices until the last minute, but that often puts your business in a crunch. If you can, come up with truthful, positive ways to encourage customers to make a decision quickly -- "I've got an opening in my calendar in two weeks, but then I'm booked until May" or "I can get a discount on materials this month."



5. Be cautious of prospects who want too much information.


Some prospects use proposals as a way of getting free consulting services. This is true of both small customers and Fortune 500 companies.



6. Don't count your chickens before they hatch.


It's easy to get excited about a prospect, especially if it's a big one. So, keep a lot of balls in the air, and remember -- a deal isn't really a deal until the check clears.



Regards Extraordinary,

Wuryanano

Monday, February 9, 2009

Dasar MENTAL MISKIN...!!! SULIT Berubah...!!!


Disela-sela waktu aktivitas kehidupan saya, seringkali saya berpikir, kenapa masih banyak orang yang hidup di dalam keterpurukan secara finansial, hidup susah-payah melulu, hidup pas-pas-an bahkan "hidup di bawah garis sempadan kehidupan"...terjun melewati garis kemiskinan. Tapi saya juga ada keraguan, benarkah apa yang saya pikirkan ini? Benarkah yang saya anggap miskin itu, memang benar-benar miskin?


Beberapa kali, saya mencoba mengundang (mengumpulkan) puluhan orang yang menurut saya masuk di dalam kategori hidup pas-pas-an ini...bekerja hanya sebagai pengamen jalanan, gelandangan dan pengemis atau semacamnya...padahal secara fisik, mereka masih sangat segar-bugar, kuat dan masih sangat berpotensi untuk menjadi SUKSES.


Yaa, mereka ini saya bekali dengan motivasi, semangat entrepreneurship sekaligus wawasan bisnis dan ketrampilan untuk memulainya...sebagai ganti pekerjaan mereka, yang menurut saya itu tergolong "pekerjaan tidak manusiawi dan hina". Saya coba memberikan gambaran besar di masa depan mereka, dan syarat utamanya, mereka harus berani memulainya dengan bekal yang saat ini mereka punyai, harus punya hasrat membara untuk memulainya dari yang paling kecil dulu...berani menerima hasil yang paling kecil dulu.


Di dalam pembekalan ini, saya sangat berharap terjadi sebuah perubahan yang dahsyat luar biasa prima pada diri mereka, pada pola berpikirnya...pada sikapnya. Disamping itu, saya juga menawarkan pekerjaan kepada mereka untuk menjadi bagian dari pegawai di perusahaan saya...bagi mereka yang nantinya masih tidak ingin berusaha secara mandiri menjadi entrepreneur. Yaa itu harapan saya kepada mereka,...sebagian kecil dari mereka yang "kurang beruntung", yang saya berikan pembekalan motivasi entrepreneurship ini.


Tahukah Anda, apa yang terjadi kemudian? Harapan saya memang tinggallah harapan belaka. Tidak peduli, harapan saya yang baik untuk kemajuan dan kesuksesan mereka ini, memang hanya menjadi harapan belaka...tidak berubah menjadi kenyataan sesuai program "rehabilitasi" yang saya canangkan. MEREKA TETAP TIDAK BERUBAH...MEREKA TIDAK MAU BERUBAH...


Alasannya? Karena nanti jika mereka memulai usaha dari yang paling kecil, maka HASILNYA PASTI KECIL...dan itu ternyata jauh di bawah hasil mereka dalam satu bulan, saat mereka mengemis atau menjadi pengamen jalanan...kerja ringan tapi hasilnya besar, begitu mereka beralasan. GEDUBRAAK... meskipun saya juga sudah tahu sebelumnya, kalau nantinya mereka pasti memiliki alasan semacam itu...toh saya merasa kecewa juga dengan hasil pelatihan gratis yang saya lakukan ini. Rasanya sia-sia dan membuang waktu berharga saya saja ya.


Tapi saya tidak menyesalinya...yaa hanya kecewa saja (beda nggak yaa, menyesal dengan kecewa?..hehehe). Apapun hasilnya, saya memang harus berbesar hati dalam menyikapinya. Meskipun pada akhirnya, saya menghentikan total pelatihan-pelatihan gratis buat "orang miskin" itu...yang ternyata setelah saya gali lebih dalam, mereka tidaklah semiskin yang saya lihat secara fisiknya.


Mereka yang saya anggap punya pekerjaan "hina" ini, ternyata sesungguhnya punya penghasilan rata-rata sekelas Supervisor Perusahaan, bahkan ada yang sudah setingkat penghasilan Manager Perusahaan...hehehe...ternyata saya kurang tepat sasaran dalam memberikan dukungan buat "kaum miskin" ini...kekekek...


Dasar MENTAL MISKIN, begitu gerutu saya melepaskan rasa kecewa... Dasar MENTAL MISKIN...SULIT BERUBAH...!!! Yaa, ternyata pengalaman saya menunjukkan, bahwa mengubah mental seseorang tidaklah semudah harapan saya...khususnya MENTAL MISKIN.


MENTAL MISKIN...tidak berarti mereka juga miskin secara materi finansial, tidaklah begitu terpuruk hidupnya...mereka masih bisa menikmati "hura-hura" bersenang-senang, dan bepergian wisata. Hanya saja, karena mereka punya MENTAL MISKIN, maka segalanya maunya bisa didapatkan secara INSTAN. Dan,... akal-pikirannya hanya dipakai untuk mencari segala cara, agar mereka ini bisa memperoleh uang atau harta secara instan, tanpa perlu bekerja keras, meskipun harus MENGORBANKAN NILAI-NILAI dan HARGA DIRI nya.


Orang ber-MENTAL MISKIN juga punya kecenderungan untuk TIDAK PUNYA EMPATI, seenaknya sendiri...tidak mau peduli dengan orang lainnya, bahkan diantara mereka sesama bermental miskin. Egoisme diri nya sangat tinggi, sehingga mereka yang punya MENTAL MISKIN ini lebih cenderung mementingkan dirinya sendiri, yang penting dirinya UNTUNG dan SELAMAT...terserah orang lain mau bilang apa! EMANG GUE PIKIRIN... hehehe...


Eh ya, ngomong-ngomong nih, apakah para KORUPTOR juga masuk ke dalam kategori orang yang punya MENTAL MISKIN ya? Mengingat para koruptor ini juga senangnya menggunakan pikirannya untuk mencari cara-cara instan dalam memperoleh kekayaan dengan mengorbankan NILAI-NILAI dan HARGA DIRI nya juga.


Dasar MENTAL MISKIN...!!! SULIT Berubah...!!! Dan, TIDAK MAU BERUBAH...!!!



Salam Luar Biasa Prima,

Wuryanano

Thursday, February 5, 2009

Mampir ke Redaksi JAWA POS...


Pada Kamis ini, 5 Februari 2009, pagi-pagi, saya merasa ingin sekali berkunjung ke JAWA POS, salah satu perusahaan media terbesar di Indonesia, yang memiliki pembaca setia lebih dari 3 juta orang. Kebetulan saya punya teman seorang Managing Editor di sana, Mas Kurniawan Muhammad. Oleh karena itu, saya minta istri saya agar membuat janji dengan Mas Kurniawan Muhammad, yang punya panggilan akrab dan senang dipanggil "Mas KuM" ini, bahwa saya berdua dengan istri mau mampir ke kantor Redaksi Jawa Pos.


Ok, akhirnya saya dan istri sampai di Graha Pena, kantor JAWA POS pada pk. 16:30, yang disambut dengan sangat ramah oleh Mas Kurniawan Muhammad. Saya dan istri dikenalkan ke hampir semua anggota Team Redaksi dan Wartawan Jawa Pos (sebagian sudah kami kenal). Senang sekali saya mampir di kantor Redaksi ini. Semua orang di sini terlihat semangat kerjanya tinggi, terkesan PASSION sekali dengan tugas-tugas "deadline" nya. Meskipun mereka ini terlihat serius dan fokus dengan tugas-tugas "deadline"...ternyata saat kami berdua tiba di kantor ini, semuanya menyambut dengan ramah sekali. Sehingga kesan saya, para jurnalis media ini memang sudah terbiasa ramah-tamah dengan setiap orang...apalagi yang datang bertamu adalah saya, Wuryanano dan istrinya, Christine .... hehehe.... gak bermaksud narsis lho.


Nah, dengan rileks, saya dan istri berbincang-bincang dengan rekan-rekan di kantor Redaksi ini. Ya namanya juga jurnalis, ternyata perbincangan santai ini juga dicatat lho oleh salah seorang rekan wartawan Jawa Pos bernama Antok. Menurut Mas KuM, berita kedatangan saya berdua istri ini, akan dimasukkan "deadline" untuk Harian Pagi Jawa Pos, yang diterbitkan besoknya, Jum'at, 6 Februari 2009...wah...boleh juga tuh, mampir santai-santai ternyata mau dijadikan berita di Jawa Pos. Terima kasih ya, Mas KuM.


Satu hal yang tidak saya duga sebelumnya adalah, lha kok selang beberapa menit saya ngobrol dengan rekan-rekan Redaksi ini...eh...datang Big Boss Jawa Pos Group, yaitu Pak Dahlan Iskan (CEO/Chairman). Padahal beliau yang telah sukses GANTI HATI ini jarang sekali mampir ke kantornya. Kebetulan saya mampir, kok beliau ini juga mampir kantornya...mungkin getaran saya nggak sengaja menarik HATI beliau kali...hehehe...


Alhamdulillah...akhirnya saya bisa berbincang sambil mencari inspirasi dari Pak Dahlan Iskan, yang sangat ramah (pantesan seluruh pegawai Jawa Pos ramah-tamah) dan sangat enerjik ini. Saat berkunjung ke kantor Jawa Pos ini, sengaja saya membawa 2 buku tulisan saya, "The Touch of Super Mind" dan "Super Mind for Successful Life", yang saya berikan ke Mas KuM. Dan, oleh Mas KuM, kedua buku saya tersebut diberikan ke Pak Dahlan Iskan.


Disinilah saya lebih tahu lagi tentang sifat Pak Dahlan Iskan. Meskipun beliau ini sudah menduduki level tinggi sekali, jauh di atas saya...ternyata beliau menyempatkan membaca kedua buku saya itu secara cepat randomize. Kemudian beliau dengan semangat dan tulus, begitu menghargai buku tulisan saya itu, yang saya tulis seingat saya aja...hehehe... "Anda ini hebat, bisa menulis buku motivasi sebagus ini", begitu kata beliau memuji saya. Terima kasih Pak Dahlan Iskan atas pujiannya. Saya katakan, bahwa tulisan saya itu masih jauh di bawah tulisan Pak Dahlan Iskan, eh...beliau tetap saja menjawab dengan rendah hati, bahwa tulisan-tulisan beliau itu nggak pakai mikir...nah loe...mungkin ini salah satu resep sukses Pak Dahlan, "nggak pakai mikir", jika mau hebat dalam menulis...kekekek... Setuju!


Puluhan tahun saya berlangganan dan membaca Jawa Pos, baru kali ini ketemu Chairman Jawa Pos secara langsung dan bisa ngobrol santai, dan beliau secara spontan begitu saja memuji karya saya, jelas saya senang dan bangga juga lho...insyaAllah ini membuat saya semakin termotivasi untuk lebih meningkatkan lagi kualitas diri saya juga.


Saat saya lagi asyik ngobrol dengan Chairman Jawa Pos ini, istri saya malah diwawancarai wartawan Jawa Pos, Mas Antok tentang kegiatan Roadshow Seminar Motivasi yang kami selenggarakan di beberapa kota di Jawa Timur, melalui SWASTIKA PRIMA Entrepreneur Campus.


Dan, Seminar Motivasi bertema LULUS UNAS NILAI TINGGI pada Minggu, 8 Februari 2009 nanti bertempat di Aula Gedung Telkom Surabaya Barat, Jl. Margoyoso (belakang Tujungan Plaza) akan diliput oleh Jawa Pos. Peserta yang sudah membeli tiket masuk, sebanyak 600 orang (sesuai dengan kapasitas gedung). Pembicara Seminar Motivasi ini adalah istri saya sendiri, Christine Wuryanano... Motivator Prestasi (ssttt...ini julukannya lho..hehe..)


Wah...ternyata keinginan saya untuk mampir ke Jawa Pos ini benar-benar membuat hidup lebih hidup. Mungkin ini yang dinamakan intuisi kali. Lha kok pagi-pagi saya sudah ingin sekali berkunjung ke Jawa Pos, yang akhirnya saya minta istri saya buat janji dengan Mas KuM untuk bertemu di sore hari...eh...ternyata Lebih Berasa...Berasa Lebih...kekekek... Terima kasih Mas KuM! Terima kasih Pak Dahlan Iskan! Kita nanti akan semakin menjalin kerjasama lebih intensif dan bermanfaat bagi banyak orang. InsyaAllah bisa terjalin kolaborasi JAWA POS-SWASTIKA PRIMA.



Salam Luar Biasa Prima!

Wuryanano

Wednesday, February 4, 2009

Elements of a Business Plan





Now that you understand why you need a business plan and you've spent some time doing your homework gathering the information you need to create one, it's time to roll up your sleeves and get everything down on paper. The following pages will describe in detail the seven essential sections of a business plan: what you should include, what you shouldn't include, how to work the numbers and additional resources you can turn to for help. With that in mind, jump right in.

Executive SummaryWithin the overall outline of the business plan, the executive summary will follow the title page. The summary should tell the reader what you want. This is very important. All too often, what the business owner desires is buried on page eight. Clearly state what you're asking for in the summary.


The statement should be kept short and businesslike, probably no more than half a page. It could be longer, depending on how complicated the use of funds may be, but the summary of a business plan, like the summary of a loan application, is generally no longer than one page. Within that space, you'll need to provide a synopsis of your entire business plan. Key elements that should be included are:



  • Business concept. Describes the business, its product and the market it will serve. It should point out just exactly what will be sold, to whom and why the business will hold a competitive advantage.

  • Financial features. Highlights the important financial points of the business including sales, profits, cash flows and return on investment.

  • Financial requirements. Clearly states the capital needed to start the business and to expand. It should detail how the capital will be used, and the equity, if any, that will be provided for funding. If the loan for initial capital will be based on security instead of equity, you should also specify the source of collateral.

  • Current business position. Furnishes relevant information about the company, its legal form of operation, when it was formed, the principal owners and key personnel.

  • Major achievements. Details any developments within the company that are essential to the success of the business. Major achievements include items like patents, prototypes, location of a facility, any crucial contracts that need to be in place for product development, or results from any test marketing that has been conducted.


When writing your statement of purpose, don't waste words. If the statement of purpose is eight pages, nobody's going to read it because it'll be very clear that the business, no matter what its merits, won't be a good investment because the principals are indecisive and don't really know what they want. Make it easy for the reader to realize at first glance both your needs and capabilities.



Business Description


The business description usually begins with a short description of the industry. When describing the industry, discuss the present outlook as well as future possibilities. You should also provide information on all the various markets within the industry, including any new products or developments that will benefit or adversely affect your business. Base all of your observations on reliable data and be sure to footnote sources of information as appropriate. This is important if you're seeking funding; the investor will want to know just how dependable your information is, and won't risk money on assumptions or conjecture.


When describing your business, the first thing you need to concentrate on is its structure. By structure we mean the type of operation, i.e. wholesale, retail, food service, manufacturing or service-oriented. Also state whether the business is new or already established.


In addition to structure, legal form should be reiterated once again. Detail whether the business is a sole proprietorship, partnership or corporation, who its principals are, and what they will bring to the business.


You should also mention who you will sell to, how the product will be distributed, and the business's support systems. Support may come in the form of advertising, promotions and customer service.


Once you've described the business, you need to describe the products or services you intend to market. The product description statement should be complete enough to give the reader a clear idea of your intentions. You may want to emphasize any unique features or variations from concepts that can typically be found in the industry.


Be specific in showing how you will give your business a competitive edge. For example, your business will be better because you will supply a full line of products; competitor A doesn't have a full line. You're going to provide service after the sale; competitor B doesn't support anything he sells. Your merchandise will be of higher quality. You'll give a money-back guarantee. Competitor C has the reputation for selling the best French fries in town; you're going to sell the best Thousand Island dressing.



How Will I Profit?


Now you must be a classic capitalist and ask yourself, "How can I turn a buck? And why do I think I can make a profit that way?" Answer that question for yourself, and then convey that answer to others in the business concept section. You don't have to write 25 pages on why your business will be profitable. Just explain the factors you think will make it successful, like the following: it's a well-organized business, it will have state-of-the-art equipment, its location is exceptional, the market is ready for it, and it's a dynamite product at a fair price.


If you're using your business plan as a document for financial purposes, explain why the added equity or debt money is going to make your business more profitable.


Show how you will expand your business or be able to create something by using that money.
Show why your business is going to be profitable. A potential lender is going to want to know how successful you're going to be in this particular business. Factors that support your claims for success can be mentioned briefly; they will be detailed later. Give the reader an idea of the experience of the other key people in the business. They'll want to know what suppliers or experts you've spoken to about your business and their response to your idea. They may even ask you to clarify your choice of location or reasons for selling this particular product.


The business description can be a few paragraphs in length to a few pages, depending on the complexity of your plan. If your plan isn't too complicated, keep your business description short, describing the industry in one paragraph, the product in another, and the business and its success factors in three or four paragraphs that will end the statement.


While you may need to have a lengthy business description in some cases, it's our opinion that a short statement conveys the required information in a much more effective manner. It doesn't attempt to hold the reader's attention for an extended period of time, and this is important if you're presenting to a potential investor who will have other plans he or she will need to read as well. If the business description is long and drawn-out, you'll lose the reader's attention, and possibly any chance of receiving the necessary funding for the project.



Regards Extraordinary,

Wuryanano

Monday, February 2, 2009

Pembersihan MENTAL...


Secara tidak saya sadari sebelumnya, ternyata akhirnya saya punya peran tambahan di dalam aktivitas sehari-hari saya...yaitu saya menjadi seorang Konsultan Pengembangan Diri atau bahasa kerennya sebagai Personal Development Coach gitu. Awalnya sih karena senang saja dan akhirnya menjadi bagian dari hobi saya. Saya katakan hobi, karena saya belum memasang tarif resmi... berapa rupiah/dolar untuk satu sesi konsultasi dengan saya ini... hehehehe...


Saya sekedar sharing pengalaman, saat saya "merasa harus" memberikan nasehat atau memberikan konsultasi pada client saya, yang juga merupakan kenalan dan rekan-rekan saya sendiri. Kebanyakan yang datang ingin konsultasi "kejiwaan" dengan saya adalah mereka yang memiliki banyak beban emosional mengenai "apakah mereka bisa meraih tujuan, sasaran atau cita-cita yang telah ditetapkannya?"


Nah, beban emosional semacam itu akhirnya menciptakan KETAKUTAN akan KEGAGALAN, yang pasti akan diikuti oleh penciptaan ENERGI NEGATIF sehingga mereka ini cenderung BEKERJA MELAWAN DIRINYA SENDIRI.


Selama bertahun-tahun, banyak dari kita yang menumpuk beban berlebihan di dalam mental masing-masing, yang pada gilirannya akan menghambat jalan pikiran kita. Blok-blok mental ini akan mendesak aliran dan ritme pola pemikiran alami kita, yang kemudian akan menghambat tercapainya tujuan atau sasaran atau cita-cita kita.


Bagaimana sebenarnya HAMBATAN MENTAL ini terbentuk?


Sering kali hambatan mental ini disebabkan oleh emosi yang tertahan...seperti takut, rasa bersalah, benci, iri hati, dan frustasi; yang timbul dari kekecewaan, kehilangan orang terkasih, ketidakadilan yang harus ditanggungnya, dan... yang paling parah adalah berasal dari PEMROGRAMAN NEGATIF KONSTAN yang telah membanjiri kita sejak masa kanak-kanak.


Coba Anda perhatikan berbagai pemrograman negatif seumur hidup, yang sebagian besar dari kita sudah memilikinya, seperti berikut ini:



Kita percaya bahwa dunia ini bukanlah tempat yang aman bagi kita. Kita percaya bahwa hidup ini perjuangan. Kita percaya bahwa kita harus menderita dulu sebelum mencapai bahagia, sangat terhormat untuk hidup miskin sederhana, bahwa mendapat kesenangan adalah salah, bahwa cinta itu salah karena kita akan terluka. Kita percaya bahwa politik itu kotor, bahwa uang adalah sumber kejahatan... bahwa kehidupan ini sudah ditakdirkan, bahwa semestinya kita harus menerima takdir kehidupan kita...

Itulah yang disebut KEYAKINAN... tidak lebih dari itu. Sebenarnya hal itu bukanlah kebenaran yang obyektif. Hal tersebut BENAR jika Anda YAKIN bahwa itu memang BENAR. Hambatan mental seperti ini biasanya sangat tertanam di dalam diri kita, dan itu bersifat sangat negatif! Itulah hambatan emosional yang dapat mengurangi keteguhan spirit dan menekan vitalitas alami kita. Buanglah keyakinan negatif ini...buanglah mereka! Jangan biarkan keyakinan seperti itu merusakkan harga diri kita, yang pada gilirannya menghilangkan kemampuan alami kita.


Mereka ini... keyakinan seperti ini membuat kita takut untuk bermimpi dan berharap. Seringkali, karena begitu kuatnya rasa ketakutan terhadap kegagalan dan takut ditertawakan atau diejek oleh orang lain akibat kegagalan kita, maka itu bisa sampai menimbulkan penyakit fisik.


Oleh karena itu, untuk membuat aliran mental mengalir secara normal kembali, maka hambatan ini perlu dibersihkan. Sangat perlu dan sangat penting untuk mengubah KEYAKINAN DESTRUKTIF ini. Sangat perlu mengadakan pembersihan terhadap pikiran kita. Untuk melakukan hal ini, pertama-tama adalah dapat menerima keterbatasan pribadi dalam hal sikap dan keyakinan.




Ini merupakan proses pembersihan dan itu dapat bekerja secara baik untuk membebaskan kita dari keadaan penuh hambatan, yang akan merintangi kita dalam meraih suatu prestasi. Pembersihan mental ini dapat sangat meringankan pikiran kita, karena itu akan benar-benar mengubah pandangan Anda tentang dunia ini, juga tentang diri Anda sendiri. Secara ajaib, setelah pembersihan mental ini, maka keinginan-keinginan yang Anda idam-idamkan akan berada dalam jangkauan Anda. Hidup dalam Kelimpahan!



Salam Luar Biasa Prima!

Wuryanano