Dear All,
Saya percaya, hampir semua orang diantara kita, pasti sering berbicara mengenai " era globalisasi". Saya juga punya banyak rekan dan relasi, para manajer, bahkan para CEO dan Owner perusahaan, yang ketika saya tanyakan ke mana gerangan mereka berharap masa depan pertumbuhan usahanya akan muncul? Wah...mereka berbicara dengan penuh semangat tentang "pasar global".
Yaa, Pasar Global. Konsep ini memang memiliki daya pikat yang luar biasa prima. Terdapat miliaran pelanggan potensial di luar sana. Produk atau jasa yang sukses di dalam negeri, seharusnya memiliki daya jual yang bagus pula di dunia, setujukah Anda? Tetapi, sebenarnya tidak juga. Tidak selalu yang sukses di dalam negeri, pasti juga sukses di luar negeri atau di dunia. Ini seperti yang sudah banyak dirasakan oleh sebagian perusahaan relasi saya, dari berbagai "curhat bisnis" yang sempat saya dengarkan.
Perlu saya garis bawahi di sini adalah, penting bagi Anda untuk bisa membedakan antara Pasar INTERNASIONAL dan Pasar GLOBAL. Pasar "Internasional" lebih mengacu pada aktivitas luar perbatasan di antara bangsa, dan biasanya bersifat bilateral, misalnya tukar-menukar barang. Sedangkan Pasar "Global" memberikan kesan seakan-akan itu sebuah Pasar "Tunggal", yang beroperasi di seberang perbatasan nasional.
Memahami perbedaan ini memang penting. Sebab, agar Ekonomi Global...Pasar Global...Pasar Tunggal, satu pasar dapat berfungsi, maka harus ada perdagangan BEBAS TOTAL di antara bangsa-bangsa, di antara negara-negara, termasuk Indonesia ini. Dalam kenyataannya, sungguh masih sangat banyak macam hambatan yang "menakutkan" untuk mewujudkan pasar "global" ini. Sudah siapkah Anda?
Seingat saya, gagasan tentang "globalisasi" ini sudah didengung-dengungkan, dan sudah dijajakan ke se-antero dunia oleh para pakar teori, sejak bertahun-tahun yang lalu. Berbagai macam argumentasi mereka, sebagian besar sudah kita ketahui. Diantaranya adalah persetujuan dagang yang mengharuskan setiap negara untuk mengurangi "proteksionisme", arus modal yang bisa melaju secara lebih bebas masuk ke dalam negeri, dan keluar seberang perbatasan. Lalu, perusahaan besar dan kuat beroperasi di banyak negara berbeda. Sekali lagi, sudah siapkah Anda?
Pengertian "globalisasi" ini, seakan-akan menunjukkan, bahwa kebutuhan dan keinginan dunia telah dihomogenisasikan! Apakah sudah benar demikian? Tentu saja tidak. Ini jauh dari kebenaran yang bisa diterima. Fakta bahwa kita mampu mengemudikan mobil yang sama, mempunyai kartu kredit yang sama, membeli soft drink yang sama, menggunakan merek telpon seluler yang sama, browsing dengan browser internet yang sama, dan lain sebagainya... itu tidak harus berarti bahwa sekarang telah ada "pusat perbelanjaan global", dimana setiap orang membeli barang yang sama.
Perlu dipahami di sini adalah, orang juga terus memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda. Konsumen masa kini memiliki pilihan yang lebih luas daripada sebelumnya. Mereka ini tidak dapat dipaksa untuk menggunakan barang yang sama, kecuali kalau diberikan secara gratis kali...hehehe... Bahkan, jika Anda lihat, cukup banyak bukti bahwa kita ini sedang bergerak ke arah yang berlawanan!
Dalam situasi ekonomi yang sangat maju seperti sekarang ini, konsumen lebih banyak menuntut "individualisasi" dan pembuatan menurut pesanan, dan...secara positif menghindari barang dan jasa tertentu yang sejenis. Mereka ini menginginkan "ke-bhinekaan", dan bukan "ke-samaan".
Banyak orang diantara kita, yang sering memperbincangkan "era globalisasi" seakan-akan kawasan-kawasan luas di dunia ini identik semuanya. Lebih parah lagi, ada diantara kita yang begitu yakin "berkiblat" untuk menyerupai negara maju tertentu, sehingga mereka ini menganggap bahwa jaringan informasi akan memungkinkan mereka untuk "berpikir secara global" dalam kenyamanan di kantor mereka. Sehingga, mereka menganggap dapat menentukan harga untuk pasar lain tanpa melakukan administrasi yang sesuai. Dan, pada akhirnya mereka terkejut setelah melihat, bahwa "penjualan global" mereka tidak berhasil...GAGAL.
Nah, dalam skala yang lebih kecil, cukup banyak bukti, bahwa gagasan-gagasan bisnis yang sangat berhasil dengan baik di sebuah daerah tertentu, ternyata tidak bisa diterima begitu saja saat diterapkan di daerah lainnya.
Inilah maksud saya, yang perlu Anda mengerti, yaitu bahwa meskipun ada sejumlah JUDUL yang terkenal dalam skala nasional, mereka ini masih tetap terlampaui oleh suatu PUBLIKASI LOKAL...dan memang sangat diperlukan suatu promosi bisnis di tingkat lokal.
Publikasi secara nasional, mungkin saja memang diperlukan. Tetapi menurut saya, adalah lebih baik dan mengena jika kita melakukan publikasi secara lokal, dengan mempertimbangkan segi tradisi dan budaya setempat, dimana bisnis kita sedang dijalankan.
Situasi dan kondisi masyarakat di Propinsi Jawa Timur, pasti berbeda dengan Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta, Bali atau propinsi lainnya. Hal yang sama juga berlaku, jika Anda akan mengembangkan bisnis sampai ke berbagai manca negara. Lebih baik dan mengena lagi, jika kita membuat publikasi bisnis kita yang sesuai dengan setiap kota tempat bisnis kita berada.
Inilah sebuah pemikiran paling sukses dalam mengembangkan bisnis. BERPIKIRLAH GLOBAL, dan BERTINDAKLAH LOKAL. Maknailah hal ini secara luas dengan membuka pikiran anda. Rekrutlah orang-orang yang mengenal dan paham pasar bisnis di daerahnya, dan yang mampu menciptakan dan mengembangkannya bagi Anda. Jangan menempatkan pegawai yang selalu bersikap menerka-nerka, beralasan, dan sering bergegas pulang ke rumah!
Yang juga penting untuk Anda ketahui di sini adalah, bahwa sangat tidak masuk akal, jika pemerintah-pemerintah di dunia termasuk Indonesia; akan membiarkan pasar-pasar mereka dibanjiri oleh barang-barang impor luar negeri.
Salah satu hambatan paling nyata bagi terciptanya "pasar global" adalah, begitu banyak pemerintahan; khususnya di negara berkembang seperti Indonesia ini, yang memandang perlu untuk memberlakukan "hambatan-hambatan" yang menakutkan, seperti bea impor, kuota, kontrol tukar-menukar, dan berbagai peraturan yang sengaja dirancang untuk melindungi industri, bisnis, dan pekerjaan lokal.
Bahkan di negeri tercinta ini, sudah ada nuansa KEBANGGAAN NASIONAL, yang digabungkan dengan TEKAD untuk tidak bisa dijadikan "bulan-bulanan" oleh perusahaan multinasional! Oleh sebab itu, Anda juga tidak masuk akal, jika Anda merasa belum siap menghadapi "pasar global".
Saya ingatkan lagi, yang terpenting di sini adalah: "Berpikirlah secara Global, tetapi Bertindaklah secara Lokal". Maka Anda akan siap menyambut "pertarungan" bisnis Anda di dunia bisnis internasional, dan memenanginya.
Wah... saya jadi ingat slogan dari HSBC (The Hongkong and Shanghai Banking Corp) di Indonesia, yaitu: "Bank Dunia Bertradisi Anda". Ini juga mengartikan, bahwa Bank ini telah berpikir global, tapi bertindak lokal.
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
6 comments:
Makasih pencerahannya Pak Nano...:)
paling tidak bisa jadi pemotivasi buat kita2 untuk tidak 'keok' sebelum bertanding di pasar global yang notabene banyak dikuasai o/ perusahaan multinasional besar.
Dosen saya juga pernah bercerita, kalo sebetulnya perusahaan multinasional sendiri sebetulnya ketar-ketir ketika berhadapan dengan perusahaan2 lokal yang notabene modalnya lebih 'kere'.
Memang seh, secara umum, perusahaan multinasional asing memiliki keunggulan dalam hal finansial. Mereka mampu mendatangkan sejumlah uang yang besar dengan cost yang rendah karena pasar finansialnya yang sudah mapan. Mereka dapat mempekerjakan orang–orang terbaik karena pasar tenaga kerja di sana sudah berjalan dengan baik. Di satu sisi, inilah yang menjadi masalah dari perusahaan lokal. Mereka cenderung lebih kesulitan untuk mampu mendatangkan modal dalam jumlah besar, paling tidak bila dibandingkan dengan perusahaan global. Ini yang membuat mereka mengalami kesulitan untuk berinvestasi di R&D atau untuk membangun sebuah merk global.
Cuman sebetulnya mereka pun paling tidak punya 3 kelemahan yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan lokal yang ingin berorientasi ke arah global.
Pertama, perusahaan multinasional harus menghadapi medan pertempuran yang sama dengan perusahaan lokal. Terkesan fair, hanya saja satu hal yang harus diingat, bahwa perusahaan multinasional sudah terbiasa untuk beroperasi di negara yang memiliki infrastuktur yang sudah mapan, sehingga ketika berhadapan dengan negara berkembang yang infrastukturnya masih belum maju, mereka akan kesulitan. Contoh kasus, perusahaan multinasional bergantung pada keberadaan firm riset pemasaran yang profesional untuk menentukan strategi marketingnya dan partner supply chain untuk membuat dan mendistribusikan produknya. Seringkali, negara berkembang belum memiliki firm riset dan partner supply chain yang sehandal partner di negara asalnya. Di satu sisi, perusahaan lokal lebih terbiasa dalam berhadapan dengan kondisi infrastruktur yang seperti itu.
Kedua, perbedaan keunggulan modal dan SDM antara perusahaan lokal dan multinasional kini semakin menipis. Segera setelah perusahaan lokal mampu untuk menunjukkan tajinya di hadapan perusahaan multinasional, mereka segera akan mendapatkan kesempatan yang nyaris sama untuk mendatangkan modal dalam jumlah besar melalui institusi-institusi keuangan dunia yang sudah mapan. New York Stock Exchange dan Nasdaq adalah salah satu wadah alternatif untuk mampu mendapatkan dana tersebut. Ketua HIPMI sekarang, Sandiaga Uno, bahkan sudah menyarankan perusahaan-perusahaan lokal untuk mulai memanfaatkan pendanaan dari pasar modal, tidak terbatas dari perbankan.
Sementara itu, dari sisi SDM, SDM lokal yang ada di negara berkembang banyak belajar dari keberadaan perusahaan multinasional sebelumnya. Adanya pelatihan-pelatihan berkelanjutan dari negara maju kepada SDM lokal pada akhirnya akan membuat ketertinggalan kualitas SDM semakin lama akan semakin berkurang.
Ketiga, karena sifat bisnisnya yang mengglobal, perusahaan multinasional biasanya enggan untuk memodifikasi strateginya secara berbeda untuk setiap pasar negara berkembang yang dimasukinya. Mereka memandang sangat costly dan sulit untuk memodifikasi produk, layanan, dan metode komunikasinya untuk sesuai dengan selera lokal, terlebih bila mengingat kesempatan di negara berkembang biasanya tergolong kecil dan beresiko. Sementara itu, sistem organisasi dan struktur biayanya menyulitkan mereka untuk menjual produk dan layanan dengan harga yang optimal di pasar negara berkembang, yang menyebabkan mereka akhirnya banyak berakhir dengan menyasar pasar niche yang superpremium. Perusahaan lokal tidak menghadapi problem skala ekonomis seperti ini, sehingga otomatis dari sisi kualitas produk dan service mereka sebetulnya berpotensi tinggi untuk mampu menghadang perusahaan multinasional.
Nah, mungkin kalo perusahaan kita bisa memanfaatkan kelemahan2 perusahaan multinasional itu, kita ke depannya bisa menjadi perusahaan lokal yang sukses di pasar lokal kita, yang akan menjadi modal bagus kita untuk bersaing di pasar global.
Ibarat bola, menang di kandang (Home) dan kemudian bisa bersaing saat sedang tandang (away).
Mohon maaf kalo analisanya masih 'kere', maklum masih belajar.... :)
Wassalam,
Budi Setiawan
http://setiawanbudi.blogspot.com/
Mereka ini menginginkan "Ke-Bhinekaan" bukan "Ke-samaan"..
Mas Wuryanano yang Luar Biasa Prima..
Sepenggal kalimat anda sangat betul sekali... saya jadi ingin sharing beberapa kejadian..
Saat kita bicara dengan marketingnya perusahaan teh botol Indonesia yang terkenal, beliau mengatakan pesaran mereka terbesar itu Brunei dalam bentuk teh kotak... tapi itu 2 a 3 tahun lalu, saat itu kalau Sultan Brunei mengadakan pesta, pasti minumannya ya teh tersebut...
Tapi sekarang sudah ada perusahaan lokal yang memproduksi.. nah penjualan sekarang jauh menurun, artinya yang tadinya "beda" jadi "sama".. inilah kalau produk kita mudah ditiru...
Kejadian berikutnya perusahaan tersebut kirim ke Afrika, awalnya bagus tetapi kemudian cost pengiriman ya mahal.. lha kirim air ya abot toh Mas... akhirnya price jadi nggak kompetitif dibanding minuman ringan lainnya..
Nah ini dia kesulitan kita kalau produk "harus sama" baik bentuk/isi atau harga dengan produk lokal atau yang menguasai market dunia... kendalanya besar....
Pengalaman saya sendiri saat jadi TDB saat tinggal di luar sono, boleh saja kita menjual produk yang "sama", tapi kita harus kemas sehingga "beda" dengan saingan kita..
Waktu saya di-eyel'i [boso opo sih iki] oleh Direktur teknik nya calon Customer gede yang sengaja datang dari India, dan eyel-eyelan dari pagi tekan sore akhirnya dia tunduk juga dan beli "solusi" kami..
Wuah senengnya rek .. iso ngalahin kompetitor lokal yang harganya lebih murah...
Saat inipun kami melakukan pendekatan dengan produk MDI berbeda dari yang konvensional ke pasar luar untuk penyakit yang sama atau segmen pasar yang sama... jadi ada keunikan, sentuhan lain dan didukung testimoni yang kuat, ini yang tidak mudah ditiru pesaing seperti kasus diatas..
Kalau Pasar Global dan Internasional ini persepsinya agak susah dan abu-abu, tergantung "brand" yang diusung...
Ada yang merasa "brand family", biar nggak punya Harley Davidson tapi "merasa punya" dengan nempelin sticker Harley dimobilnya.. atau yang "brand loyalty", pokok'e nganggo Microsoft... nah ini loyal banget atau pake merek HP "anu" karena mudah dioperasikan...
Ada yang "brand depend on", maksudnya "tergantung isi kantong", kuatnya beli yang harga berapa...
Wah jadi jauh ya ... maaf Cak Wur .. mung nambahi tulisan njenengan ben rame hehehe...
Wassalam,
Harmanto
Luar biasa sekali pak Nano tulisannya.. think globally, act locally, dan dapat diterapkan dimana saja, tak melulu bisnis, tapi pertanian (eh.. ini ujung2nya juga bisnis sih ya..hehe)
Membaca aura tulisan mas Nano, terasa berada di lapangan bersama mas Nano sebagai guidenya.
Ada practice, ada theory, ada motivasinya, lengkap. Anda harus membacanya agar lengkap.
HARRY 'UNCOMMON' PURNAMA
UNCOMMON LEADERSHIP CENTER INDONESIA 021.715.87.887, 0813.8286.3949 "MEMOTIVASI DIRI SENDIRI" [MDS] http://uncommon-leadership.blogspot.com/
Pak Nano, tks atas artikel terbarunya, saya juga lagi coba bertindak lokal dan berpikir global.
Salam,
Ade Aan
Assalamu’alaikum WrWb.,
Alhamdullillah…
Terima kasih atas penjelasannya yang terang dan tegas…
Memang mengambil keputusan yang tergesa-gesa adalah salah...
Masih banyak kelemahan saya disana-sini, mudah2an tidak disalahgunakan
Selanjutnya insyaAllah… saya siap tuh…
Semoga Bapak selalu dalam lindungan dan rahmat Allah…
Kumemohon bimbingan dan tuntunan-Nya kejalan yang lurus.
May Allah bless us all…
Wassalamu’alaikum WrWb.,
nurningsih
(nunke@planet.nl)
Post a Comment